Laman

Senin, 16 Juli 2018

Cintaku Tiga Jam Lalu


Aku kehilanganmu
Maksudku, aku menghilangkanmu
Dari pikirku, dari hati yang mengikutimu

Aku mencintaimu
Entah kapan mulanya
lama sekali bertahan mencintaimu
sampai tiga jam yang lalu
Aku masih menyimpanmu dalam hatiku

Sekarang, selepas tiga jam itu
Pikirku mulai memaksa hati menghilangkanmu
Iya, terpaksa harus kupaksa hati

Mengapa?
Kamu tak perlu tahu

Aku mencintaimu
Demi Tuhan aku mencintaimu
Untuk masa lalu dalam harapku
Di masa sulitku memperjuangkanmu

Kini, bantu aku menghilangkanmu
Bimbing aku untuk tidak mengharapmu

Selamat tinggal masa lalu

Sabtu, 07 April 2018

Kasih Tak Sampai

Pada akhirnya, mungkin aku menghilang. Meninggalkan riuh dalam hidupmu yang tak bisa kugapai. Bukan aku menyerah, aku hanya pergi untuk apa yang seharusnya aku dapat. Lebih tepatnya, yang sepantasnya aku dapat.

Mimpiku tak setinggi anganmu. Kenyataanku tak se-mengagumkan harapanmu padaku. Aku rendah, aku terlalu murah dibanding takdirmu yang nyaman.

Aku tau kasih bisa menghapus tingkatan. Memangkas jarak menyatukan perbedaan. Tapi yang kurasa sejauh ini, tulus saja tak cukup menghapus beban di dada akan kata yang seakan menyerangku untuk tak berada dalam hidupmu.

Aku lemah, aku pengecut, begitulah. Terserah apa aku dalam benakmu. Aku berusaha tak perduli.

Tapi andaipun diamku bisa kau mengerti, aku hanya ingin kau sadari bahwa kasihku padamu adalah separuh hidupku untukmu. Tidak seluruhnya.

Minggu, 28 Januari 2018

Aku Masih Ingat

Suarang dari dering selularku memecah sepi. Mengalihkan fokusku dari apa yang sedari tadi kulakukan. Nomor di layar tak bernama. Ku angkat untuk kusambungkan dengan ucapan biasa.

"Halo, masih ingat dengan suara ini"
Aku terdiam sembari mengernyitkan dahi dua sampai tiga detik. Bukan mengingat, hanya sedikit menahan amarah.

Iya, tentu aku ingat. Pasti aku ingat. Mana mungkin aku lupa. Aku marah namun masih berupaya ramah.
"Iya aku ingat, ada apa?"

***

Empat tahun semenjak hari itu. Aku hanya berupaya melanjutkan hidup. Melakukan apa yang seharusnya kulakukan, dan seperti biasanya orang lakukan. Yang berbeda, aku hanya sedikit berjuang lebih keras melupakan satu orang yang sebelumnya berencana aku ingat selamanya.

Hari itu, terakhir kali kupegang tanganmu. Ucapan terakhir darimu yang mengakhiri semua.

Aku tak menangis, bukan berarti aku kuat. Aku tak menahanmu, bukan berarti aku tak memperjuangkanmu. Aku tak sedingin yang kau pikir, aku hanya berusaha menutupi kekecewaanku. Berusaha terlihat seperti lelaki.

Mungkin kau pikir aku bodoh. Kau pikir aku pemula dalam hal ini. Pengecut yang menyerah karena tak mampu membuktikan diri. Terserah yang ada dipikirmu saja. Bukan tak peduli dengan pikiranmu, hanya saja aku tak mau merusak hidupmu dan keluargamu.

***

"Kamu apa kabar? Udah lupa ya sama aku?"
"Gimana aku lupa, kamu ingetin lagi"

Rabu, 17 Januari 2018

Senja Berdua

Aku mencintai senja hari diujung jalan ini. Dengan warna merah menyala menggusur terang menyelimut gelap. Perlahan menggulung menelan terik yang sedari tengah hari terhuyung menuju penenggelaman cahaya.

Disini diatas kursi taman bercat kuning ke-emasan yang memudar. Aku menatap langit membunuh waktu dari detik satu menuju selanjutnya. Disampingku, wanita dengan kerudung biru sesekali merengek minta kugenggang telepon selularnya untuk kemudian kugunakan kamera 13 megapixelnya mengalbil gambar siluet melawan sisa cahaya senja. Kuturuti saja apa mau nya.

Oh senja, dengan lunglai kunikmati singkatmu. Bersama semilir angin yang mulai mendingin kubiarkan terangmu meredup lalu hilang diujung barat khatulistiwa. Sampai jumpa esok hari bersamaku dan wanita disampingku yang sibuk dengan gambar - gambar ciptaannya yang menurutnya indah.

Terimakasih senja