Aku adalah gembala kelinci
Yang bersayup dibalik bilik-bilik bambu yang tersusun membentuk kotak kotak bersekat
Di petang hari selepas maghrib
Tersisip obrolan-obrolan kecil tentang harapan duniawi
Tentang mimpi yang bernilai rendah
Dan khayalan yang melambung tapi tak setinggi yang dikhayalkan
Pagi ketika matahari menghangat
Aku adalah angin yang berlari menyusuri tepian ladang dan lahan hijau
Bertawa dengan gemericik air di sungai-sungai dangkal
Meluapkan sukacita karena tak lama teriakan-teriakan ceria akan saling berbalas
Tapi, sebegitu dangkalkah sukacitamu?
Ya, hanya sebegitu saja
Tak apa, mari tetap bersukacita
Jangan perdulikan jumlah uang koin di saku celanamu
Atau mungkin tidak ada sama sekali?
Yasudah, mari kita lupakan
Tak perlu bimbang, siang nanti saat semua teriakan itu berakhir
Mari kita petik buah-buah masam dekat makam disemberang balai desa
Biar masam, rasanya tak buruk-buruk amat bukan?
Dibanding meratapi sebungkus makanan berminyak
Bukankah lebih menyenangkan menjadi teman kampret-kampret yg datang tadi malam
Baiklah, hari sudah mulai sore
Mari berangkat membawa karung dan cerulit tumpul itu
Jangan lupa kail dan joran untuk sedikit hiburan
Jangan sampai terlambat, kelinci-kelinci kita harus gemuk
Biar nanti bisa ditukar dengan berjuta mimpi yang dangkal itu
Mari merumput
"Fiktif ataupun nyata, semua hanya tutur kata yang tak sempat diperdengarkan dan terungkap dalam sedikit karya biasa"
Rabu, 01 Mei 2019
Sabtu, 16 Februari 2019
Bandung, 26 Desember 2009
Pukul setengah dua siang
Aku adalah manusia bermuka normal
Bercelana panjang abu abu, dan baju putih
Dan emblem almamater berwarna hijau terang yang membosankan
Pukul setengah dua siang lewat lima menit
Aku masih duduk di teras mushola
Dibawah sejuknya pohon averhoa carambola
Yang sesekali ditiup angin kencang karena mau hujan
Mendung, aku tak suka
Dan kamu
Masih duduk manis sambil berceloteh
Bersama empat temanmu yang lebih bawel
Pukul setengah dua siang lewat sepuluh
Aku masih manusia
Dan kamu adalah bahasa tubuh yang tak kudengar bunyinya
Tapi kamu memang cantik
Seperti bunga sepatu di pojok teras ruang BP
Dengan tali yang menggantung di lehermu
Yang terikat dengan handphone nokia
Kamu terlihat seperti penjaga konter hape
Tentunya penjaga konter hape yang cantik
Tapi jangan khawatir, aku tetap menyukaimu
Sampai sore nanti
Atau sampai nanti malam pukul sepuluh
Saat anchor radio menyampaikan salam salam sapa
Dan memutar request lagu kesukaanmu
Pukul setengah enam sore
Waktunya pulang
Aku masih menyukaimu
Belum mencintaimu
Aku adalah manusia bermuka normal
Bercelana panjang abu abu, dan baju putih
Dan emblem almamater berwarna hijau terang yang membosankan
Pukul setengah dua siang lewat lima menit
Aku masih duduk di teras mushola
Dibawah sejuknya pohon averhoa carambola
Yang sesekali ditiup angin kencang karena mau hujan
Mendung, aku tak suka
Dan kamu
Masih duduk manis sambil berceloteh
Bersama empat temanmu yang lebih bawel
Pukul setengah dua siang lewat sepuluh
Aku masih manusia
Dan kamu adalah bahasa tubuh yang tak kudengar bunyinya
Tapi kamu memang cantik
Seperti bunga sepatu di pojok teras ruang BP
Dengan tali yang menggantung di lehermu
Yang terikat dengan handphone nokia
Kamu terlihat seperti penjaga konter hape
Tentunya penjaga konter hape yang cantik
Tapi jangan khawatir, aku tetap menyukaimu
Sampai sore nanti
Atau sampai nanti malam pukul sepuluh
Saat anchor radio menyampaikan salam salam sapa
Dan memutar request lagu kesukaanmu
Pukul setengah enam sore
Waktunya pulang
Aku masih menyukaimu
Belum mencintaimu
Langganan:
Postingan (Atom)